Gudangan : Makanan Khas Jawa yang Penuh Filosofi - Wisata

Hot

Post Top Ad

Wednesday, January 10, 2018

Gudangan : Makanan Khas Jawa yang Penuh Filosofi

Gudangan
Makanan Tradisional Gudangan, Foto by : Anderas Seluas Samodra
Oleh : Hary Hermawan
Gudangan adalah makanan yang terdiri dari aneka sayuran yang direbus dan disajikan dengan sambal kelapa parut. Menu berbahan dasar sayuran ini begitu lengkap dan memiliki cita rasa Indonesia. Gudangan tak seperti sayur pada umumnya yang hanya terdiri satu macam sayur saja, namun gudangan bisa beraneka ragam bahan sayuran.
Bagi orang-orang Jawa khususnya Yogyakarta dan Jawa Tengah yang lahir sebelum zaman penjajahan (hehe gak tau mulainya kapan), sampai pada pertengahan tahun 90 an tentu tidak asing dengn nama kuliner khas yang satu ini. Gudangan biasanya disajikan dalam bentuk tumpeng yang dibagikan secara gratis oleh seseorang kepada masyarakat terutama anak-anak kecil pada zaman dahulu untuk memperingati neton anaknya (hari lahir dalam penanggalan jawa), dikenal dengan tradisi Bancaan, beberapa daerah menyebutnya tradisi Momongan atau Momong. Tradisi bancaan adalah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan YME atas bertambahnya umur anak dan nikmat yang diberikan. Selain itu, gudangan juga muncul pada tradisi hajatan tertentu oleh masyarakat seperti syukuran khusus, selapanan dan selamatan dalam berbagai bentuk. Saya pernah menemui bancaan sebagai rasa syukur atas lahirnya Sapi, hehe. Ya sapi, cow. Biasanya untuk momongan sapi, yang dibagi-bagi ditambah minuman es dawet yang dibungkus plastik kecil-kecil. Selain itu, dahulu bancaan dan gudangan juga pernah saya temui untuk tradisi slametan dan syukuran atas rejeki berupa kepemilikan kecaraan bermotor, waow serba guna.... its about Gudangan !!!.
Gudangan
Makanan Tradisional Gudangan, Foto by : Anderas Seluas Samodra
Tradisi Bancaan merupakan sepesial moment yang ditunggu-tunggu oleh anak-anak generasi old pada sore hariKarena bakal dapat Nasi Gudang, 1 porsi gudangan dengan potongan telur seiprit dibungkus daun, “Bukan tentang banyaknya, tapi kebersamaan, kemeriahan, dan keistimewaanya haha. Pada masa kecil dahulu, tradisi ini akan kita ketahui saat ada anak yang undang-undang (dipercaya untuk mengundang), kemudian meneriakanya kepada kumpulan anak yang sedang bermain “woyy ada momong di rumah si Anu...”. Lalu semunya berbondong-bondong menuju ke tuan rumah acara, kemudian tuan rumah atau sesepuh membacakan doa dan dibagi dah itu tumpeng gudangan (base on true story, dilarang protes hehe).
Akan tetapi Tradisi ini sudah mulai hilang di zaman sekarang, “Mungkin beberapa daerah tetap menjaga tradisi ini....” Sedih...,,, karena sudah tidak bisa dapat gudangan gratis. Eh iya, udah bangkotan gak boleh ikutan bancakan hehe. Bercanda, yang bikin sedih adalah mulai lunturnya tradisi ini. Tradisi yang penuh makna, ajaran, dan juga filosofi.
Berbicara soal filosofi makanan khas “Gudangan,” sebenarnya dilosofinya baru saya ketahui akhir-akhir ini lho, baru kemarin sore, alaupun makan-makanya sudah sejak jaman old...
masakan tradisional
Makanan Tradisional Gudangan, Foto by : Anderas Seluas Samodra
Selain kelezatan begitu menggoda, atau “Mak Nyus” (meminjam istilah Alm. Bapak Bodan), Gudangan ternyata syarat dengan nilai nilai filosofi. Meskipun saya bukan ahli filsafat seperti Plato, tetapi tetap saya akan menjelaskanya karena saya telah membacanya di  Sumer http://www.apakabardunia.com/2011/03/mengenal-dan-mengetahui-filosofi-yang.html :

Nasi putih
Biasa saat tradisi bancaan dibuat menyerupai kerucut atau disebut tumpeng (kecil), gunungan (jika bentuknya gede, itu lho seperti dalam tradisi grebek sekatenan). Gunungan yang melambangkan tangan merapat menyembah kepada Tuhan. Sedangkan, nasi putih melambangkan segala sesuatu yang kita makan, menjadi darah dan daging haruslah dipilih dari sumber yang bersih atau halal. Bentuk gunungan ini juga bisa diartikan sebagai harapan agar kesejahteraan hidup kita pun semakin “naik” dan “tinggi”.


Ingkung: ayam jago (jantan, tentunya sudah dimasak)


Dimasak utuh dengan bumbu kuning/kunir dan diberi areh (kaldu santan yang kental), merupakan simbol menyembah Tuhan dengan khusuk (manekung) dengan hati yang tenang (wening). Ketenangan hati dicapai dengan mengendalikan diri dan sabar (nge”reh” rasa). Menyembelih ayam jago juga mempunyai makna menghindari sifat-sifat buruk yang dilambangkan oleh ayam jago, antara lain: sombong, congkak, kalau berbicara selalu menyela dan merasa tahu/menang/benar sendiri (berkokok), tidak setia dan tidak perhatian kepada anak istri.

Telur Rebus bersama Kulitnya

Telur direbus utuh, bukan didadar atau mata sapi, dan disajikan utuh dengan kulitnya, jadi tidak dipotong, sehingga untuk memakannya harus dikupas terlebih dahulu (Untuk dibagi dalam bancaan dipotong kecil kecil bersama kulitnya). Hal tersebut melambangkan bahwa semua tindakan kita harus direncanakan (dikupas), dikerjakan sesuai rencana dan dievaluasi hasilnya demi kesempurnaan. Piwulang jawa mengajarkan “Tata, Titi, Titis dan Tatas”, yang berarti etos kerja yang baik adalah kerja yang terencana, teliti, tepat perhitungan, dan diselesaikan dengan tuntas. Telur juga melambangkan manusia diciptakan Tuhan dengan derajat (fitrah) yang sama, yang membedakan hanyalah ketakwaan dan tingkah lakunya.

Sayuran dan Urab-uraban

Sayuran yang digunakan antara lain kangkung, bayam, kacang panjang, taoge, kluwih dengan bumbu sambal parutan kelapa atau urap. Sayuran-sayuran tersebut juga mengandung simbol-simbol antara lain: 
  1. Kangkung berarti jinangkung yang berarti melindung, tercapai. 
  2. Bayam (bayem) berarti ayem tentrem, 
  3. Taoge/cambah yang berarti tumbuh, 
  4. Kacang panjang berarti pemikiran yang jauh ke depan/inovatif, 
  5. Brambang (bawang merah) yang melambangkan mempertimbangkan segala sesuatu dengan matang baik buruknya, 
  6. Cabe merah diujung tumpeng merupakan symbol dilah/api yang meberikan penerangan/tauladan yang bermanfaat bagi orang lain. 
  7. Kluwih berarti linuwih atau mempunyai kelebihan dibanding lainnya.
Gunung Kidul Memiliki Pantai-Pantai Unik, Yuk Kita lihat dengan Klik Disini

Untuk membuat gudangan sendiri sebenarnya juga cukup mudah karena hanya beberapa macam sayur direbus, kemudian ditaburi oleh bumbu yang sangat unik karena terbuat dari kelapa parut atau ada juga yang menyebutnya sebagai sambal gudangan. Karena pembuatan yang mudah tersebut sehingga gudangan tidak hanya untuk acara khusus saja namun juga menjadi salah satu macam sajian untuk makan keluarga sehari-hari, selain itu terkadang dipasar-pasar tradisional juga ada yang menjajakannya. Selain itu anda wisatawan juga dapat memesan di warung marung sekitar destinasi wisata, saat ini sudah mulai banyak warung tradisional yang menjajakan makanan ini.

Artikel ini saya dedikasikan kepada rekan-rekan senasib dan sepenanggungan generasi tahun 90an. Untuk membuka kembali memori masa lalu. Memori masa kecil dimana kebahagiaan dan tawa selalu mendominasi, walaupun tanpa Android (walaupun sekarang tidak online satu hari saja sudah gundah gulana). Salam ...

No comments:

Post a Comment